Minggu, 09 November 2014

VITAMIN C

     
     Vitamin C mulai dikenal setelah dipisahkan dari air jeruk pada tahun 1928. Penyakit karena defisiensi vitamin C telah menghantui masyarakat para pelaut untuk beberapa abad sebelum dikenal adanya vitamin. Penyakit yang ditimbulkan oleh vitamin C ialah skorbut, telah merenggut sejumlah besar jiwa diantara para pelaut yang melakukan pelayaran jarak jauh dan untuk waktu yang lama tidak menyinggahi sesuatu pelabuhan untuk mendapatkan bahan makanan segar.
       Vitamin C berbentuk kristal putih, merupakan suatu asam organik dan terasa asam, tetapi tidak berbau. Dalam larutan, vitamin C mudah rusak karena oksidasi oleh oksigen dari udara, tetapi lebih stabil bila terdapat dalam bentuk kristal kering.
       Vitamin C atau asam askorbat memiliki peranan yang penting dalam pembentukan kalogen (kerangka sel) sehingga sangat perlu untuk menjaga keutuhan pembulun darah (mencegah pendarahan). Bersama protein, vitamin A dan seng, vitamin C juga diperlukan dalam sistem pertahanan tubuh kita. Dalam pencegahan asteroklerosis, vitamin C juga berperan penting karena dapat mencegah luka goresan pada dinding endotel pembuluh darah melelui pembentukan kolagen; luka goresan ini akan diikuti dengan pengendapan kolestrol (fatty streak) yang merupakan dasar terjadinya ateroklerosis. Namun, konsumsi vitamin C secara berlebihan akan mengakibatkan pembentukan oksalat. Yang membawa konsekuensi batu kemih disamping dapat mengganggu lambung akiba sifat asamnya. Manusia dan sejumlah hewan (gorila, guinea pig serta kelelawar pemakan buah) tidak mampu membuat vitamin C sendiri di dalam tubuhnya.
       Tabel makanan sumber vitamin C:
Jenis makanan
Mg/100 gram
Bawang
80
Cabe rawit
70
Daun katuk
239
Daun minjo
182
Daun pepaya
150
Daun singkong
275
gandaria
111
Jambu mente
197
Jambu biji
87
Jeruk bali
43
Jeruk manis
49
Kembang kol
69
Labu kuning
52
Minjo
100
Paprika hijau
84
Pepaya
78
Peterseli
193
Rambutan
58
Sawi
102

      Kandungan Vitamin Rata-rata kandungan vitamin C pada cabai rawit putih sesudah perlakuan suhu dan lama penyimpanan. Kandungan vitamin C mengalami penurunan selamapenyimpanan dengan suhu dan lama penyimpanan yang berbeda. Sebelum penyimpanan,kandungan vitamin C pada cabai rawit putih sebesar 59,9 mg/100 mL dan setelah penyimpanan selama 15hari dengan suhu yang berbeda-beda yaitu 10°C, 20°C,29°C (suhu kamar), kandungan vitamin C mengalamipenurunan berturut-turut menjadi 35,2 mg/100 mL,31,6 mg/100 mL, dan 23,6 mg/100 mL. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuansuhu dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p> 0,05) terhadap kandungan vitamin C pada cabai rawitputih. Kandungan vitamin C tertinggi terdapat pada kontrol yaitu 59,9 mg/100 mL dan setelah penyimpanan pada suhu 10 °C selama 5 hari menjadi 43,6 mg/100mL. Sedangkan kandungan vitamin C terendah terdapatpada penyimpanan suhu 29 °C (suhu kamar) selama15 hari yaitu 23,6 mg/100 mL. Hal ini membuktikan bahwa kandungan vitamin C pada cabai rawit putih tidak dipengaruhi oleh interaksi antara suhu dan lama penyimpanan, tetapi hanya dipengaruhi oleh suhu5.
       Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambataktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia serta menghambatatau menghentikan pertumbuhan mikroba . Tujuan penyimpanan suhu rendah (10°C) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan seperti terjadinya pembusukan yang berarti keadaannya sudah tidak baik. Dengan pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolism dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8°C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi setengahnya.Oleh karena itu, dengan penyimpanan pada suhu rendahdapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringandi dalam bahan pangan tersebut. Hal ini tidak hanyadisebabkan proses respirasi yang menurun, tetapi jugakarena terhambatnya pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan. Selama penyimpanan kandungan vitamin C pada cabai rawit putih mengalami penurunan terus menerus hingga menjadi rusak. Hal ini disebabkan oleh terjadinyaproses respirasi dan oksidasi vitamin C menjadi asam L- dehidroaskorbat dan mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L – diketogulonat yang tidak memilikikeaktifan vitamin C.
       Suhu pada saat metabolisme berlangsung sempurna disebutsuhu optimum.Secara statistik pengaruh lama penyimpananterhadap kandungan vitamin C tidak berbeda nyata,akan tetapi cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena tertundanya penguapan air yang menyebabkan struktur sel yang semula utuh menjadilayu. Dimana enzim askorbat oksidase tidak dibebaskan oleh sel sehingga tidak mampu mengoksidasi vitamin C lebih lanjut menjadi senyawa yang tidak mempunyai aktivitas vitamin C lagi. Tetapi apabila sel mengalami kelayuan enzim askorbat oksidase akan dibebaskan dengan cara kontak langsung dengan asam askorbat sehingga vitamin C mengalami kerusakan. Pernyataan ini juga didukung oleh Trenggono dkk. (1990) yang menyatakan penyimpanan buah-buahan pada kondisi yang menyebabkan kelayuanakan menurunkan kandungan vitamin C dengan cepatkarena adanya proses respirasi dan oksidasi.
       Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghamba taktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia serta menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba. Hal ini juga didukung oleh Trenggono dan Sutardi (1989) yang menyatakan bahwa tujuan penyimpanan suhu rendah (10°C) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan seperti terjadinya pembusukan dan kerusaka struktu. Dengan pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolismedimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8°C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi setengahnya.Oleh karena itu, dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Hal ini tidak hanya disebabkan proses respirasi yang menurun, tetapi juga karena terhambatnya pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan. Selama penyimpanan kandungan vitamin C pada cabai rawit putih mengalami penurunan terus-menerus hingga menjadi rusak dan membusuk. Hal ini disebabkan oleh terjadinya proses respirasi dan oksidasi vitamin C menjadi asam L- dehidroaskorbat dan mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L – diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan dari vitamin C.
       Vitamin C di alam terdapat dalam dua bentuk, yaitu bentuk teroksidasi (asam akorbat) dan tereduksi (asam dehidroaskorbat) keduanya memiliki keaktifan sebagai vitamin C sumber vitamin  sebagian besar berasal dari sayur-sayuran berwarna hijau dan buah-buahan terutama yang masih segar.
       Vitamin C larut dalam air dan agak stabil dalam larutan asam, tetapi mudah dioksidasi terutama bila dipanaskan. Proses oksidasi akan dipercepat dengan adanya tembaga, oksigen, dan alkali.
       Vitamin dalam bahan makanan hanya dalam jumlah relative kecil. Bentuk vitamin berbeda-beda, diantaranya ada yang berbentuk provitamin atau calon vitamin (precursor), setelah diserap oleh tubuh, provitamin dapat diubah menjadi vitamin yang aktif.
Menurut Kodicek (1971), vitamin yang larut dalam air disebut prakoenzim (procoenzyme). Vitamin-vitamin ini dapat bergerak bebas di dalam badan, darah, dan limfa. Karena sifat kelarutannya, vitamin ynag larut dalam air mudah rusak dalam pengolahan dan mudah hilang atau terlarut bersama air selama pencucian bahan. Di dalam tubuh, vitamin ini disimpan dalam jumlah terbatas dan kelebihan vitamin akan dikeluarkan atau diekskresikan melalui urine. Oleh karena itu untuk mempertahankan saturasi vitamin ini harus sering dikonsumsi. Salah satu vitamin yang larut dalam air adalah vitamin C (asam askorbat)1.
       Manusia lebih banyak menggunakan asam akorbat dalam bentuk L- bentuk D-asam askorbat hanya dimetabolisme dalam jumlah sedikit. D-asam askorbat banyak digunakan sebagai bahan pengawet (daging), sehingga untuk mencegah penggunaanya sebagai vitamin, pada labelnya ditulis sebgai “asam eritrobat”.     Manusia tidak dapat mensintesis asam akorbat dalam tubuhnya karena tidak mempunyai enzim untuk mengubah glukosa atau galaktosa menjadi asam akorbat, sehingga harus disuplai dari makanan.
       Gejala awal defisiensi vitamin C, dalam perannya mempertahankan integritas kapiler adalah: (1) Gusi berdarah dan (2) pointpoint hemorhage (pecahnya urat darah kapiler di bawah kulit). Apabila defisiensi berlanjut, akan terjadi2:
1.      Sintesis kolagen terhambat
2.      Pendarahan berlanjut
3.      Otot, termasuk otot jantung melemah
4.      Kulit menjadi kasar, kecoklatan, dan kering
5.      Luka sulit disembuhkan
6.      Pembentukan tulang terhambat, ujung tulang melunak dan sakit
7.      Gigi cepat tanggal
8.      Defisiensi zat besi yang dapat mengakibatkan anemia.
              Vitamin C dapat larut di dalam air dan tidak dapat larut di dalam minyak dan zat-zat pelarut lemak, tetapi merupakan kelas tersendiri, tidak satu kelompok dengan vitamin B-kompleks. Fungsi vitamin C di dalam metabolisme belum jelas, berbeda denga fungsi sebagian besar vitamin anggota kelompok B- kompleks.
       Fungsi vitamin C di dalam tubuh bersangkutan dengan sifat alamiahnya sebagai antioksidans. Meskipun mekanismenya yang tepat belum diketahui, tetapi tampaknya vitamin C berperan serta di dalam banyak proses metabolisme yang berlangsung di dalam jaringan tubuh.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar