Vitamin
C mulai dikenal setelah dipisahkan dari air jeruk pada tahun 1928. Penyakit
karena defisiensi vitamin C telah menghantui masyarakat para pelaut untuk
beberapa abad sebelum dikenal adanya vitamin. Penyakit yang ditimbulkan oleh
vitamin C ialah skorbut, telah merenggut sejumlah besar jiwa diantara para
pelaut yang melakukan pelayaran jarak jauh dan untuk waktu yang lama tidak
menyinggahi sesuatu pelabuhan untuk mendapatkan bahan makanan segar.
Vitamin C berbentuk kristal putih,
merupakan suatu asam organik dan terasa asam, tetapi tidak berbau. Dalam
larutan, vitamin C mudah rusak karena oksidasi oleh oksigen dari udara, tetapi
lebih stabil bila terdapat dalam bentuk kristal kering.
Vitamin C atau asam askorbat memiliki peranan yang penting dalam pembentukan
kalogen (kerangka sel) sehingga sangat perlu untuk menjaga keutuhan pembulun
darah (mencegah pendarahan). Bersama protein, vitamin A dan seng, vitamin C
juga diperlukan dalam sistem pertahanan tubuh kita. Dalam pencegahan
asteroklerosis, vitamin C juga berperan penting karena dapat mencegah luka
goresan pada dinding endotel pembuluh darah melelui pembentukan kolagen; luka
goresan ini akan diikuti dengan pengendapan kolestrol (fatty streak)
yang merupakan dasar terjadinya ateroklerosis. Namun, konsumsi vitamin C secara
berlebihan akan mengakibatkan pembentukan oksalat. Yang membawa konsekuensi
batu kemih disamping dapat mengganggu lambung akiba sifat asamnya. Manusia dan
sejumlah hewan (gorila, guinea pig serta kelelawar pemakan buah) tidak
mampu membuat vitamin C sendiri di dalam tubuhnya.
Tabel makanan sumber vitamin C:
Jenis
makanan
|
Mg/100
gram
|
Bawang
|
80
|
Cabe
rawit
|
70
|
Daun
katuk
|
239
|
Daun
minjo
|
182
|
Daun
pepaya
|
150
|
Daun
singkong
|
275
|
gandaria
|
111
|
Jambu
mente
|
197
|
Jambu
biji
|
87
|
Jeruk
bali
|
43
|
Jeruk
manis
|
49
|
Kembang
kol
|
69
|
Labu
kuning
|
52
|
Minjo
|
100
|
Paprika
hijau
|
84
|
Pepaya
|
78
|
Peterseli
|
193
|
Rambutan
|
58
|
Sawi
|
102
|
Kandungan Vitamin Rata-rata
kandungan vitamin C pada cabai rawit putih sesudah perlakuan suhu dan lama penyimpanan.
Kandungan vitamin C mengalami penurunan selamapenyimpanan dengan suhu dan lama
penyimpanan yang berbeda. Sebelum penyimpanan,kandungan vitamin C pada cabai
rawit putih sebesar 59,9 mg/100 mL dan setelah penyimpanan selama 15hari
dengan suhu yang berbeda-beda yaitu 10°C, 20°C,29°C (suhu kamar), kandungan
vitamin C mengalamipenurunan berturut-turut menjadi 35,2 mg/100 mL,31,6 mg/100
mL, dan 23,6 mg/100 mL. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi
antara perlakuansuhu dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p> 0,05)
terhadap kandungan vitamin C pada cabai rawitputih. Kandungan vitamin C
tertinggi terdapat pada kontrol yaitu 59,9 mg/100 mL dan setelah penyimpanan
pada suhu 10 °C selama 5 hari menjadi 43,6 mg/100mL. Sedangkan kandungan vitamin
C terendah terdapatpada penyimpanan suhu 29 °C (suhu kamar) selama15 hari yaitu
23,6 mg/100 mL. Hal ini membuktikan bahwa kandungan vitamin C pada cabai
rawit putih tidak dipengaruhi oleh interaksi antara suhu dan lama penyimpanan,
tetapi hanya dipengaruhi oleh suhu5.
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambataktivitas enzim dan reaksi-reaksi
kimia serta menghambatatau menghentikan pertumbuhan mikroba . Tujuan
penyimpanan suhu rendah (10°C) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan
perubahan yang tidak diinginkan seperti terjadinya pembusukan yang berarti
keadaannya sudah tidak baik. Dengan pendinginan dapat memperlambat kecepatan
reaksi-reaksi metabolism dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8°C
kecepatan reaksi akan berkurang menjadi setengahnya.Oleh karena itu, dengan
penyimpanan pada suhu rendahdapat memperpanjang masa hidup dari
jaringan-jaringandi dalam bahan pangan tersebut. Hal ini tidak hanyadisebabkan
proses respirasi yang menurun, tetapi jugakarena terhambatnya pertumbuhan
mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan. Selama penyimpanan kandungan vitamin
C pada cabai rawit putih mengalami penurunan terus menerus hingga menjadi
rusak. Hal ini disebabkan oleh terjadinyaproses respirasi dan oksidasi vitamin
C menjadi asam L- dehidroaskorbat dan mengalami perubahan lebih lanjut menjadi
asam L – diketogulonat yang tidak memilikikeaktifan vitamin C.
Suhu pada saat metabolisme berlangsung sempurna disebutsuhu optimum.Secara
statistik pengaruh lama penyimpananterhadap kandungan vitamin C tidak berbeda
nyata,akan tetapi cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena
tertundanya penguapan air yang menyebabkan struktur sel yang semula utuh
menjadilayu. Dimana enzim askorbat oksidase tidak dibebaskan oleh sel sehingga
tidak mampu mengoksidasi vitamin C lebih lanjut menjadi senyawa yang tidak
mempunyai aktivitas vitamin C lagi. Tetapi apabila sel mengalami kelayuan enzim
askorbat oksidase akan dibebaskan dengan cara kontak langsung dengan asam
askorbat sehingga vitamin C mengalami kerusakan. Pernyataan ini juga didukung
oleh Trenggono dkk. (1990) yang menyatakan penyimpanan buah-buahan pada
kondisi yang menyebabkan kelayuanakan menurunkan kandungan vitamin C dengan
cepatkarena adanya proses respirasi dan oksidasi.
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghamba taktivitas enzim dan reaksi-reaksi
kimia serta menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba. Hal ini juga
didukung oleh Trenggono dan Sutardi (1989) yang menyatakan bahwa tujuan
penyimpanan suhu rendah (10°C) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa
mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan seperti terjadinya pembusukan dan
kerusaka struktu. Dengan pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi
metabolismedimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8°C kecepatan reaksi akan
berkurang menjadi setengahnya.Oleh karena itu, dengan penyimpanan pada suhu
rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan
pangan tersebut. Hal ini tidak hanya disebabkan proses respirasi yang menurun, tetapi
juga karena terhambatnya pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan.
Selama penyimpanan kandungan vitamin C pada cabai rawit putih mengalami
penurunan terus-menerus hingga menjadi rusak dan membusuk. Hal ini disebabkan
oleh terjadinya proses respirasi dan oksidasi vitamin C menjadi asam L-
dehidroaskorbat dan mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L –
diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan dari vitamin C.
Vitamin C di alam terdapat dalam dua bentuk, yaitu bentuk teroksidasi (asam
akorbat) dan tereduksi (asam dehidroaskorbat) keduanya memiliki
keaktifan sebagai vitamin C sumber vitamin sebagian besar berasal dari
sayur-sayuran berwarna hijau dan buah-buahan terutama yang masih segar.
Vitamin C larut dalam air dan agak stabil dalam larutan asam, tetapi mudah
dioksidasi terutama bila dipanaskan. Proses oksidasi akan dipercepat dengan
adanya tembaga, oksigen, dan alkali.
Vitamin dalam bahan makanan hanya dalam jumlah relative kecil. Bentuk vitamin
berbeda-beda, diantaranya ada yang berbentuk provitamin atau calon vitamin (precursor),
setelah diserap oleh tubuh, provitamin dapat diubah menjadi vitamin yang aktif.
Menurut Kodicek (1971), vitamin yang
larut dalam air disebut prakoenzim (procoenzyme). Vitamin-vitamin ini
dapat bergerak bebas di dalam badan, darah, dan limfa. Karena sifat
kelarutannya, vitamin ynag larut dalam air mudah rusak dalam pengolahan dan
mudah hilang atau terlarut bersama air selama pencucian bahan. Di dalam tubuh,
vitamin ini disimpan dalam jumlah terbatas dan kelebihan vitamin akan
dikeluarkan atau diekskresikan melalui urine. Oleh karena itu untuk
mempertahankan saturasi vitamin ini harus sering dikonsumsi. Salah satu vitamin
yang larut dalam air adalah vitamin C (asam askorbat)1.
Manusia lebih banyak menggunakan asam akorbat dalam bentuk L- bentuk D-asam
askorbat hanya dimetabolisme dalam jumlah sedikit. D-asam askorbat banyak
digunakan sebagai bahan pengawet (daging), sehingga untuk mencegah penggunaanya
sebagai vitamin, pada labelnya ditulis sebgai “asam eritrobat”.
Manusia tidak dapat mensintesis asam akorbat dalam
tubuhnya karena tidak mempunyai enzim untuk mengubah glukosa atau galaktosa
menjadi asam akorbat, sehingga harus disuplai dari makanan.
Gejala awal defisiensi vitamin C,
dalam perannya mempertahankan integritas kapiler adalah: (1) Gusi berdarah dan
(2) pointpoint hemorhage (pecahnya urat darah kapiler di bawah kulit).
Apabila defisiensi berlanjut, akan terjadi2:
1.
Sintesis kolagen terhambat
2.
Pendarahan berlanjut
3.
Otot, termasuk otot jantung melemah
4.
Kulit menjadi kasar, kecoklatan, dan
kering
5.
Luka sulit disembuhkan
6.
Pembentukan tulang terhambat, ujung
tulang melunak dan sakit
7.
Gigi cepat tanggal
8.
Defisiensi zat besi yang dapat
mengakibatkan anemia.
Vitamin C dapat larut di dalam air
dan tidak dapat larut di dalam minyak dan zat-zat pelarut lemak, tetapi
merupakan kelas tersendiri, tidak satu kelompok dengan vitamin B-kompleks. Fungsi
vitamin C di dalam metabolisme belum jelas, berbeda denga fungsi sebagian besar
vitamin anggota kelompok B- kompleks.
Fungsi vitamin C di dalam tubuh
bersangkutan dengan sifat alamiahnya sebagai antioksidans. Meskipun
mekanismenya yang tepat belum diketahui, tetapi tampaknya vitamin C berperan
serta di dalam banyak proses metabolisme yang berlangsung di dalam jaringan
tubuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar